Senin, 04 November 2013

Sintren (Lais)



Kesenian tradisional Sintren atau Lais
Sintren adalan kesenian tari tradisional masyarakat Jawa, khususnya di Cirebon. Kesenian ini terkenal di pesisir utara Jawa Barat dan Jawa Tengah, antara lain di Indramayu, Cirebon, Majalengka, Jatibarang, Brebes, Pemalang, Banyumas,Kabupaten Kuningan, dan Pekalongan. Kesenian Sintren dikenal juga dengan nama Lais. Kesenian Sintren dikenal sebagai tarian dengan aroma mistis/magis yang bersumber dari cerita cinta kasih Sulasih dengan Sulandono.


Sejarah
Kesenian Sintren berasal dari kisah Sulandono sebagai putra Ki Bahurekso Bupati Kendal yang pertama hasil perkawinannya dengan Dewi Rantamsari yang dijuluki Dewi Lanjar. Raden Sulandono memadu kasih dengan Sulasih seorang putri dari Desa Kalisalak, namun hubungan asmara tersebut tidak mendapat restu dari Ki Bahurekso, akhirnya Raden Sulandono pergi bertapa dan Sulasih memilih menjadi penari. Meskipun demikian pertemuan di antara keduanya masih terus berlangsung melalui alam gaib.
Pertemuan tersebut diatur oleh Dewi Rantamsari yang memasukkan roh bidadari ke tubuh Sulasih, pada saat itu pula Raden Sulandono yang sedang bertapa dipanggil oleh roh ibunya untuk menemui Sulasih dan terjadilah pertemuan di antara Sulasih dan Raden Sulandono. Sejak saat itulah setiap diadakan pertunjukan sintren sang penari pasti dimasuki roh bidadari oleh pawangnya, dengan catatan bahwa hal tersebut dilakukan apabila sang penari masih dalam keadaan suci (perawan). Sintren jg mempunyai keunikan tersendiri yaitu terlihat dari panggung alat-alat musiknya yang terbuat dari tembikar atau gembyung dan kipas dari bambu yang ketika ditabuh dengan cara tertentu menimbulkan suara yang khas.

Bentuk pertunjukan 
Sintren diperankan seorang gadis yang masih suci. Dalam perkembangannya tari sintren sebagai hiburan budaya, kemudian dilengkapi dengan penari pendamping dan bodor (lawak).
Dalam permainan kesenian rakyat pun Dewi Lanjar berpengaruh antara lain dalam permainan Sintren, si pawang (dalang) sering mengundang Roh Dewi Lanjar untuk masuk ke dalam permainan Sintren. Bila, roh Dewi Lanjar berhasil diundang, maka penari Sintren akan terlihat lebih cantik dan membawakan tarian lebih lincah dan mempesona dan jika sang penari memang sudah tidak gadis lagi konon sang bidadari tidak mau turun dan masuk ke dalam tubuh  sang gadis.

Alat Musik yang digunakan pada pertunjukan sintren antara lain :
·         Waditra
·         Gendang  
·         Goong
Alat-Alat Pendukung :
·         Tikar berwarna putih,
·         Tangga dari bamboo,
·         Tambang,
·         Pakaian putri,
·         Ranggap (kurungan ayam),
·         Bunga minimal 7 warna,
·         Dupa,
·         Minyak wangi,
·         Korek api,
·         Arang,
·         Kemenyan.
Jumlah Pemain

·         Penabuh bambu ruas (3 orang)
·         Penabuh gendang (1 orang)
·         Penabuh goong (1 orang)
·         Penabuh kecrek (1 orang)
·         Seorang anak perempuan yang masih suci (perawan)
·         Pelawak (2-3 orang)
·         Vokalis pria (1 orang)
·         Juru kawih (5-6 orang)
·         Punduh (1 orang)

Waktu penyajian
Pegelaran sintren semula disajikan pada waktu sunyi dalam malam bulan purnama dan menurut kepercayaan masyarakat lebih utama lagi kalau dipentaskan pada malam kliwon, karena dikandung maksud bahwa sintren sangat berkaitan dengan kepercayaan adanya roh halus yang menjelma menyatu dengan penari sintren. Namun demikian pada saat sekarang ini pertunjukan sintren dapat dilaksanakan kapan saja baik siang atau malam hari tidak tergantung pada malam bulan purnama.


Busana Sintren
Busana yang digunakan penari sintren dulunya berupa pakaian kebaya (untuk atasan) sekarang ini menggunakan busana golek. Busana kebaya ini lebih banyak dipakai oleh wanita yang hidup di desa-desa sebagai busana keseharian.
Adapun macam-macam busana yang lain sebagai pelengkap busana penari sintren dapat diuraikan sebagai berikut :
·         Baju keseharian, yang dipakai sebelum pertunjukan kesenian sintren berlangsung.
·         Baju golek, adalah baju tanpa lengan yang biasa dipergunakan dalam tari golek.
·         Kain atau jarit, model busana wanita Jawa.
·         Celana Cinde, yaitu celana tiga perempat yang panjangnya hanya sampai lutut.
·         Sabuk, yaitu berupa sabuk lebar dari bahan kain yang biasa dipakai untuk mengikat sampur.
·         Sampur, berjumlah sehelai/selembar dililitkan di pinggang dan diletakkan di samping kiri dan kanan kemudian diutup sabuk atau diletakkan didepan.
·         Jamang, adalah hiasan yang dipakai dikepala dengan untaian bunga melati di samping kanan dan kiri telinga sebagai koncer.
·         Kaos kaki hitam dan putih, seperti ciri khas kesenian tradisional lain khususnya di Jateng.
·         Kacamata Hitam, berfungsi sebagai penutup mata karena selama menari, sintren selalu memejamkan mata akibat kerasukan “trance”, juga sebagai ciri khas kesenian sintren dan menambah daya tarik/mempercantik penampilan.

Tembang Pengiring Sintren

·    Iringan proses pembentukan sintren
Tembang turun sintren digunkan sebagai doa pembuka agar roh Sulasih masuk ke dalam raga calon penari sintren. Saat tembang dilantunkan maka penari sintren akan ganti pakain dari pakain biasa dengan pakain sintren dalam keadaan badan terikat tali dan dalam kurungan.
Lagu yang dinyanyikan itu sebagai berikut :
Turun-turun sintren
sintrene widadari
Nemu kembang ning ayun ayunan
kembange siti Mahendra
widodari temurunan naranjing ka awak sira

dan lagusih solasih dilagukan berulang-ulang menunggu penari sintren selesai berpakain tari yaitu syair lagu sebagai berikut :

sih solasih solandana
menyan putih pengundang dewa
ala dewa saking sukma
widadari temurunan

Tembang sih solasih adalah tembang permohonan agar tali-tali yang mengikat penari bisa terlepas kemudian di susul dengan lagu kembang gewor(penari pengawal) mengelilingi sintren di dalam kurungan. Dan lagunya sebagai berikut :

kembang gewor bungbung kelapa lumeor
geol-geol bu sintren pan jaluk bodor
bumbunya kelapa muda
goyang-goyang (sambil menggoyangkan kurungan)
nyi sintren minta bodor
·         Iringan penyajian hiburan
Tembang dolanan khas sintren dan tembang yang sesuai keadaan saat ini misalnya lagu-lagu campursari.
·         Iringan Penutup
Tembang turun sintren, untuk pertanda bahwa permainan sintren akan usai. Tembang piring kedawung, untuk melepas roh Dewi Sulasih dan sintren berganti busana keseharian.

Adapun bentuk lain dari syair lagu turun sintren, yaitu :

Turun-turun sintren, sintrene widodari
Nemu kembang yun-ayunan
Nemu kembang yun-ayunan
Kembang si jaya indra
Widodari temurunan
Kang manjing ning awak ira
Turun-turun sintren
Sintrene widodari
Nemu kembang yun-ayunan
Nemu kembang yun-ayunan
Kembang si jaya indra
Widodari temurunan

kembang kates gandul
pinggire kembang kenanga
kembang kates gandul
pinggirekembang kenanga
arep nalor arep nidul
wis mana gageya lunga

kembang kenanga
pinggire kembang melati
kembang kenenge
pinggire kembang melati
wis mana gagea lunga
aja gawe lara ati

kembang jahe laos
lempuyang kembange kuning
kembang jahe laos
lempuyang kembange kuning
ari balik gage elos
sukiki maneya maning
                          
kembang kilaras
di tandur tengae  ngalas
paman bibi aja maras
dalang sintren jaluk waras

a.   FUNGSI SINTREN

·         Sebagai sarana hiburan masyarakat.
·         Apresiasi seni dan nilai-nilai estetik masyarakat.
·         Digunakan untuk keperluan upacara-upacara ritual seperti : bersih  desa, sedekah laut, upacara tolak bala, nadzar, ruwatan dan pernikahan.
·         Untuk memeriahkan peringatan hari-hari besar, seperti hari ulang tahun kemerdekaan, hari jadi.

0 komentar:

Posting Komentar